Aku nggak pernah menyadari kalau ternyata tugasku berada di dunia ini tidak se-simple itu. Tugas yang membuatku banyak berkontemplasi.
Kontemplasi dan PR-PR yang tidak berkesudahan alias shadow work.
In order to do that, aku bermeditasi. Aku punya keinginan sederhana -- reprogram my DNA. Dan meditasi adalah salah satu jawabannya.
Kedengerannya gampang ya? "OK, aku tinggal meditasi terus DNA-ku berubah!"
Ternyata enggak sodara-sodari! Meditasi itu melibatkan banyak aspek. Baik secara emosi, psikologis, mental, bahkan keberanian. Keberanian apa? Keberanian menghadapi ketakutan dan insekuritimu sendiri. Yes, even you need a courage to face your own fear and insecurities. Dan itu sangat tidak mengenakkan. Kenapa? Dengan bermeditasi, semua luka-luka batinmu dikelupas selembar demi selembar. Luka-luka di masa lalu yang tidak pernah diproses, diakui. Muncul satu per satu.
Aku sendiri berjuang menghadapinya dan harus sanggup merasakannya sampai selesai. Proses ini yang membuatku kadang suka susah membedakan dengan realita yang aku punya di depan mata. Tapi ini pula yang harus aku hadapi demi menyelesaikan PR-PRku.
Lucunya, begitu selesai kuproses, aku seperti terbangun dari tidur yang panjang. Menyadari bahwa aku baru saja menyelesaikan PRku.
Aku sudah merasakan menangis, kecewa tapi tidak bisa berkata-kata, cemburu, resentment, dan baru-baru ini kesepian. Ternyata itu semua hasil dari luka-luka yang aku alami selama ini.
Dan yang seperti ini katanya mau dipaksa dibuka sampai chakra mahkota. --"
No wonder mereka bilang kalau sakitnya bakal dobel-dobel. Aku buka selembar demi selembar aja udah overwhelming. Gimana kalau dibuka paksa?
Tapi di satu sisi aku bersyukur. Karena aku diberi kemudahan untuk mengakses proses ini. Perbedaannya adalah, aku mengalami sedikit sekali "zona error" atau sindrom-sindrom yang dijabarkan jika mengalami proses ini. Mungkin kalau manusia lain, sudah mengalami hal-hal ekstrim yang tidak mengenakkan.
Kadang kalau membenahi luka itu sudah lewat, aku seperti malu sendiri. Mau cerita ke cowokku sendiri juga nggak enak (tapi biasanya aku tetep akan cerita sih). Karena ya faktor tadi, aku seperti nggak bisa membedakan antara emosi negatif yang sedang kuproses dengan realita di depan mata.
Untung aku punya cowok sabar banget ya? 😇
Hopefully I can carry on my spiritual journey in the best way as possible. ❤